Hari/Tanggal : Jumat, 29 April 2011
Mulai Acara : 20.30 sampai 23.30
Tempat : Kediaman Pattimura, S.E.
TEMA : Islam, Negara, dan Politik
Moderator : Yuli Efendi
Nara Sumber : 1. Damanhuri, M.A.
2. Ariska Warga Negara, M.A.
Hadir dalam acara ini Ketua KAHMI Lampung, Pattimura, S.E. Ketua KAHMI Lampung Utara, Faruk Danial, dan para alumni dan kader HMI dilingkungan Bandarlampung.
Dalam diskusi, Damanhuri, M.A. menegaskan kembali bahwa Islam tidak memiliki konsep negara yang baku. Tidak ada nash atau sumber hukum umat Islam yang menyebutkan mengenai konsep negara. Ada pun negara Islam yang dimaksud oleh sebagian umat Islam, itu tidak lebih merupakan hasil kreatifitas manusia semata.
Merujuk pada karya Abdullah Ahmed An-Na’im, Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Intan ini mengatakan bahwa, negara sesungguhnya bersifat sekuler. Karena ia terbentuk dan diselenggarakan berdasarkan konsesi-konsesi manusia. Namun demikian, agar penyelenggaraan negara atau sistem yang digunakan bermanfaat positif untuk warga negara, maka pintu negosiasi dari semua unsur termasuk kaum agamawan senantiasa terbuka lebar. Dan apabila ada kaum agamawan yang mengatakan agama tidak berhak campur tangan ke dalam soal-soal politik, sesungguhnya adalah kaum yang tidak paham agama.
Ariska Warga Negara, M.A. menegaskan bahwa umat Islam kini sedang terhegemoni oleh peradaban barat. Karena kekuatan hegemoni itu, dan ini sungguh ironi, tidak ada negara yang penduduk muslimnya mayoritas sanggup menjadi negara maju.
Menurut tokoh muda yang energik ini, demokrasi, sekularisme, kapitalisme, sesungguhnya adalah sebuah alat untuk mewujudkan kesejahteraan. Dalam kontek Indonesia, walau pun belum diakui penuh, sesungguhnya negara ini bersifat sekuler positif. Yaitu negara yang didirikan dan diselenggarakan berdasarkan hasil kesepakatan-kesepakatan para tokoh pendiri bangsa.
Menanggapi kedua nara sumber yang ada, Faruk Danial mengatakan bahwa Islam tidak mengenal teritorial, batas wilayah, dan juga politik praktis. Islam juga tidak mengatur secara rinci mengenai konsep kenegaraan yang sesungguhnya sangat profan. Islam lebih tepat diterapkan secara kultural dan bukan struktural. Yang terpenting adalah bagaimana umat Islam bisa mengimplementasikan ide-ide atau nilai-nilai yang ada dalam nash Al-Qur’an ke dalam konsep negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar