Bandarlampung, 9 Pebruari 2013
Pimpinan Majelis Wilayah Korps
Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (PMW KAHMI) Provinsi Lampung sesuai peran dan
fungsinya dalam mengamalkan nilai-nilai religius dalam praktek muammalah konteks
kehidupan berbangsa dan bernegara, menilai bahwa fenomena menjelang suksesi
kepemimpinan nasional selalu diwarnai oleh kepentingan semua pihak. Akibatnya
harus ada yang dikorbankan, demikian tegas Agus Nompitu selaku Ketua Umum KAHMI
Provinsi Lampung.
Atas dasar penilaian Agus
Nompitu, redaksi bulletinkahmilampung mencoba menterjemahkannya kepada hal yang
lebih luas, pertanyaannya Siapa yang dikorbankan saat ini ? Salah satu tokoh
muda intlektual muslim Anas Urbaningrum yang dari awal terjun kedunia politik
sudah diperhitungkan banyak orang. Bagaimana tidak, diusia terbilang belia
dengan kepiawaiannya yang tentunya didukung oleh intlektualitas telah berhasil
menembus tembok kekuasaan, hasilnya menjadi orang nomor 1 dipartai yang
berkuasa.
Akibatnya, harus ada konsekwensi
dari perlawan seorang Anas, dari mulai tawar menawar posisi dielit kekuasaan
sampai kepada persoalan internal partai semakin mendesak Anas dipaksa untuk terus
beradaptasi dengan sistem. Menghadapi
semua ini, kesan santun tetap dikedepankan oleh sang tokoh muda ini. Ternyata
inilah sisi kelemahan seorang Anas Urbaningrum, disela-sela kesantunannya dalam
berpolitik terlalu banyak orang yang memanfaatkannya, Tokoh muda muslim yang
dibesarkan oleh Himpunan Mahasiswa Islam ini pun harus menanggung akibatnya,
inilah resiko terberat yang harus dihadapi oleh Anas Urbaningrum ketika jum’at
malam (8/2/2013) “ dipaksa turun dengan cara kudeta “ dengan dalih yang
dipaksakan, bahkan pelengseran ini sangat terkesan arogan dengan kalimat : "Jika kader menolak
keputusan tersebut, maka partai akan siap memberikan sanksi terhadap mereka.
Dan, jika mereka tak patuh terhadap keputusan tersebut dipersilakan
meninggalkan (keluar) partai," (http://www.tribunnews.com/2013/02/08/anas-urbaningrum-dinonaktifkan-dari-jabatan-ketua-umum).
Kita semua hanya bisa mengucap : Subhanallah
sudah separah inikah permainan politik menjelang pilpres 2014.
Ada dua sisi menarik dalam
persfektif seorang Anas Urbaningrum, pertama : Sang tokoh muda
kharismatik ini diprediksi menjadi pemimpin masa depan, dukungan moril dari akar rumput baik dari
kalangan partai maupun diluar partai menjadi modal utama untuk meraihnya.
Inilah yang membuat gerah kekuasaan, dengan menggunakan filosofi tumbuhan
“sebelum berkembang lebih banyak dan
berbuah lebat, lebih baik dimusnahkan tumbuhan itu”. Itulah fakta yang terjadi
saat ini. Kedua : Sang tokoh bukan siapa-siapa, Anas lahir dan tumbuh
berkembang dari perjuangannya sendiri, kader intlektual muslim yang belajar
dari nol (baca : bukan karbitan) hanya ingin berbuat yang terbaik untuk negeri
ini, sehingga sangat mudah bagi kekuasaan untuk menindasnya karena tidak perlu
lagi melihat siapa dibelakangnya.
Melihat realitas di atas,
mayoritas umat Islam seakan terbelenggu oleh isu-isu yang disuguhkan media
massa yang tujuannya masyarakat harus percaya bahwa Anas bersalah hukumannya
adalah tidak layak memimpin partai apalagi mempimpin republik ini.
Persoalannya saat ini adalah,
berpulang kepada sang tokoh, disaat Anas Urbaningrum Menerjang Badai Politik
hanya ada dua pilihan : “Menyerah atau Lawan”. Tetapi kita semua yakin
dan percaya sepak terjang sang tokoh menyerah atau melawan hitungannya sama
saja, sehingga sudah dapat dipastikan tidak ada jalan lain, ketika niat untuk berbakti kepada negeri ini masih
kuat dalam diri sang tokoh maka melawan adalah jalannya, hitungan matematik politik
yang cermat dengan dukungan akar rumput menjadi modal utama memenangkan
perlawanan ini. Namun ketika niat untuk berbakti kepada negeri sudah pupus maka
menyerahlah……
Sejatinya seorang pejuang yang
dibekali dengan nilai-nilai keislaman tentunya akan menjatuhkan pilihan kedua,
maka tidak ada kata lain “berjuanglah semaksimal
mungkin untuk perang terhadap kedzaliman dan menunjukkan kebenaran pada
tempatnya”. (ahid)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar